Riwayat Pulau Bali
Dahulu kala, Pulau Jawa dan Pulau Bali merupakan satu
kesatuan; tidak terpisahkan oleh laut. Ketika itu, di puncak Gunung Semeru,
gunung tertinggi di Pulau Jawa, tinggallah menyepi seorang petapa yang sangat
sakti. Ia sangat ahli terutama dalam bidang pertanian dan peternakan. Hasilnya yang
melimpah, ia bagi-bagikan kepada penduduk di sekitar tempat tinggalnya dan tak
lupa kepada Naga Raja, sahabatnya yang tinggal di puncak Gunung Mesehe (yang
sekarang terletak di Pulau Bali). Untuk sahabatnya itu ia selalu mengirimkan
susu lembu kegemrana Naga Raja. Naga
Raja sangat ahli di bidang seni, terutama seni tari dan seni rupa. Untuk itu
sang petapa selalu menganjurkan kepada utusannya yang mengantarkan susu itu
untuk belajar kesenian pada Naga Raja. Sayang sekali, utusan itu tidak
mengikuti anjuran sang Petapa. Rupanya, ia tertarik pada batu-batu permata yang
menempel di tubuh Naga Raja. Ia selalu berharap ada batu permata yang terlepas
dari tubuh Naga Raja.
Suatu ketika saat Naga Raja sedang asyik memperagakan suatu
tarian, ada batu permata yang terlepas dari tubunya. Dengan rajin utusan itu
mengumpulkan batu-batu permata itu dan ini terjadi berulang kali tanpa disadari
oleh Naga Raja. Permata-permata itu tidak dikembalikan kepada Naga Raja, tetapi
diambil dan dijadikan sebagai barang taruhan dalam judi sabung ayam. Tentu saja
penduduk di sekitar tempat itu semakin senang menyabung ayam dengan utusan itu,
karena barang taruhannya sangat indahnya. Lagi pula tak seorang penduduk pun
yang memiliki batu permata seindah itu. Karena keasyikan berjudi, utusan itu
semakin lali dalam mempelajari kesenian pada Naga Raja. Ia sering pulang
terlambat, bahkan sering kali baru kembali ke Gunung Semeru setelah hamper sebulan.
Padahal jarak pulang-pergi antara Gunung Semeru dan Gunung Mesehe biasanya
dapat ditempuh dalam waktu paling lama seminggu.
Karena mengetahui kemampuan seni utusannya itu tidak
bertambah dan kepulangannya selalu terlambat, sang petapa mulai mulai curiga.
Suatu hari sang petapa dengan diam-diam mengikuti utusan itu. Ia ingin
mengetahui apa saja yang dilakukan utusan itu hingga ia selalu pulang terlambat
dan ilmu seninya tidak bertambah. Betapa murka sang Petapa ketika memergoki
utusannya sedang asyik berjudi. Dengan geram sang petapa menghentakkan kakinya
ke bumi sambil berteriak, “Bali” (dalam bahasa Jawa berarti “pulang”). Suaranya
bagaikan guruh membahana di angkasa dan …. ajaib …. bumi bergetar, makin lama
makin keras dan akhirnya terbelah. Dengan deras air laut itu segera menggenangi
belahan bumi itu, yang menyebabkan terpisahnya kedua gunung tersebut. Dan wilayah
Gunung Mesehe yang terpisah dari pulau itulah yang kini dikenal sebagai Pulau
Bali. Menyaksikan peristiwa itu, sang petapa lalu berpesan agar penduduk di
wilayah Gunung Mesehe mau menekuni kesenian.
Begitulah kisah asal mula Pulai Bali. Kini,
setelah beribu tahun berlau dari kejadan itu, penduduk Bali sangat mahir dalam
bidang kesenian. Keindahan alam dan keterampilan kesenian penduduk Bali telah
membuat Bali yang dalam bahasa Jawa berarti “pulang” dikenal di seluruh dunia.
Selain itu Pulau Bali juga dikenal dengan nama Pulau Dewata.
Comments
Post a Comment