Batu Menangis
Tersebutlah pada suatu masa, di Kalimantan Barat, seorang
ibu yang hidup hanya ditemani oleh putri tunggalnya. Kasih saying ibu itu
sepenuhnya tercurah kepada anaknya. Apalagi anaknya memang cantik, sehingga di
waktu senggang tak jemu-jemunya sang ibu membawanya bertandang ke rumah
tetangga untuk memamerkan kecantikan anaknya. Anak itu hamper tidak pernah
terlepas dari gendongan ataupun dekapannya. Kemanapun ia pergi, anak itu selalu
dibawanya, bahkan ke lading atau ke huma pun anak itu selalu dibawanya serta.
Karena sejak kecil sudah terbiasa dimaja dan permintaannya,
baik pakaian ataupun perhiasan selalu dipenuhi maka begitu menginjak remaja,
anak itu semakin tidak peduli terhadap beban kehidupan yang ditanggung ibunya.
Setiap hari ketika ibunya pergi bekerja, anak itu pergi ke rumah tetangganya
untuk memamerkan pakaian serta perhiasannya. Banyak di anatara tetangganya yang
menasehati anak manja itu agar menghentikan kesenangan dan kesombongan. Sebab daripada
membuang waktu dengan hal-hal yang tidak berguna, lebih baik membantu
meringankan beban ibunya. Bukankah Yang Maha Kuasa menyayangi anak-anak yang
berbakti kepada orang tua? Saying, nasihat-nasihat itu sama sekali tidak
dihiraukannya.
Suatu ketika, karena para tetangganya sudah tidak mau
melayani sikapnya, anak manja itu mengajak ibunya pergi ke kota, yang jaraknya
cukup jauh. Semula ibunya menolak, sebab selain dirinya sudah tua dan tenaganya
tidak sekuat dulu lagi, letak kota itupun cukup jauh. Anak manja itu tetap
merengek. Seperti biasa, akhirnya hati sang ibu luluh oleh rengekannya. Ketika telah
lewat tengah hari, perjalanan mereka baru sampai setengah perjalanan. Badan ibu
itu telah lemas kecapaian. Ia sudah tidak mampu lagi berdiri, apalagi
meneruskan perjalanan. Ia duduk di bawah pohon di pinggir jalan untuk
istirahat. Tetapi baru saja duduk, anaknya langsung menghardik, “Ibu, hari
telah kelewat siang, sedang perjalan ke kota masih cukup jauh. Kalau kemalaman,
aku tidak dapat memamerkan pakainku. Ayo, bangun! Jangan diam seperti batu begitu!”
Tetapi setelah itu apa yang terjadi? Ajaib! Seketika
itu pula kaki anak manja itu terasa kaku dan berat. Ternyata kakinya telah
berubah menjadi batu. Ia membungkuk dan menggosok-gosok kakinya sambil
berteriak minta tolong kepada ibunya. Tetapi ibunya yang masih terkejut tidak
dapat berbuat apa-apa, sebab nafasnya sesak dan badannya menjadi bertambah
lemas. Anak manja it uterus menangis meraung-raung, karena kini bukan hanya
kakinya yang berubah menjadi batu, tetapi seluruh tubuhnya menjadi batu! Dan sampai
kini penduduk Kalimantan Barat percaya bahwa cerita ini benar-benar pernah
terjadi dan akan terjadi lagi, bila ada anak yang durhaka terhadap orang
tuanya.
Comments
Post a Comment